Sabtu, 30 Mei 2009

Apa Poliploid itu??


Organisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya. Kondisi ini disebut diploid (disingkat 2n). Namun demikian, sejumlah organisme pada tahap yang sama memiliki lebih dari sepasang set. Gejala semacam ini dinamakan poliploidi (dari bahasa Yunani πολλαπλόν, berganda). Organisme dengan kondisi demikian disebut poliploid. Tipe poliploid dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di alam.

Poliploidi umum terjadi pada tumbuhan. Ia ditemukan pula pada hewan tingkat rendah (seperti cacing pipih, lintah, atau beberapa jenis udang), dan juga fungi.

[sunting]
Bagaimana poliploid terjadi?

Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas.

Poliploidi buatan dapat dilakukan dengan meniru yang terjadi di alam, atau dengan menggunakan mutagen. Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai untuk keperluan ini. Efeknya cepat diketahui dan aplikasinya mudah. Penggunaannya beresiko tinggi karena kolkisin juga sangat karsinogenik.

Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab di atas, menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola pewarisan autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau delapan set kromosom. Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam meiosis. Biasanya, pola pewarisan allopoliploid serupa dengan diploid biasa (pewarisan disomik) apabila telah berlangsung beberapa generasi. Amfidiploid adalah allotetraploid yang perilaku pewarisannya benar-benar serupa dengan diploid.

[sunting]
Efek poliploidi pada organisme

Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis dalam penampilan atau pewarisan sifat yang bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara umum bereaksi positif terhadap poliploidi. Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid (misalnya gandum) berukuran lebih besar (reaksi "gigas", atau "raksasa") daripada leluhurnya yang diploid. Karena hasil panen menjadi lebih tinggi, poliploidi dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Berbagai kultivar tanaman hias (misalnya anggrek) dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi.

Reaksi negatif terjadi terhadap kemampuan reproduksi, khususnya pada poliploidi berbilangan ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi ketidakseimbangan pasangan kromosom dalam meiosis, organisme dengan ploidi ganjil biasanya mandul (steril). Pemuliaan tanaman, sekali lagi, mengeksploitasi gejala ini. Karena mandul, semangka triploid tidak memiliki biji yang normal (bijinya tidak berkembang normal atau terdegenerasi) dan dijual sebagai "semangka tanpa biji". Penangkar tanaman hias menyukai tanaman triploid karena biji tanaman ini tidak bisa ditumbuhkan sehingga konsumen harus membeli tanaman dari si penangkar.

Hewan bertulang belakang (vertebrata) bereaksi negatif terhadap poliploidi. Biasanya yang terjadi adalah kematian pralahir.

[sunting]
Teladan

Poliploidi pada mamalia biasanya berakhir dengan kematian pralahir. Vertebrata tertentu, seperti salamander dan kadal, juga memiliki "versi" poliploid. Cacing pipih, lintah, dan udang, dibantu dengan perilaku partenogenesis, juga memiliki anggota yang poliploid.

Pada tumbuhan, khususnya tumbuhan berbunga, poliploid mudah ditemukan baik terjadi secara alami atau campur tangan manusia (baik sengaja maupun tidak) dalam proses pemuliaannya. Contohnya panjang:
Gandum, dengan berbagai versi tetraploid (gandum durum) dan heksaploid (gandum roti),
Raps dan kerabatnya, yang keterkaitannya ditunjukkan secara sederhana dalam segitiga U,
Kentang (4n),
Kapas (4n)
Tebu (multiploid, dapat mencapai lebih dari 8n),
Pisang ambon, pisang raja (3n, sehingga tidak berbiji normal),
Triticale (4n),
Berbagai anggrek hias,
Stroberi (8n),
Semangka tanpa biji. Salah satu faktor terjadinya sifat poliploid adalah pemberian kolkisin. Kolkisina merupakan alkaloid toksik dan karsinogenik yang diperoleh dari ekstrak tumbuhan Colchicum autumnale dan beberapa anggota suku Colchicaceae lainnya.
 

Kolkisina merupakan inhibitor mitosis karena dapat mengikat tubulin (suatu protein), konstituen utama mikrotubula. Mikrotubula memainkan peran penting dalam pembentukan benang spindel pada mitosis. Selain itu, kolkisina juga merupakan inhibitor motilitas dan aktivitas neutrofil, salah satu partikel penyusun darah, sehingga memiliki efek anti-radang (anti inflamatori).

Kolkisina dipakai luas di bidang biologi/pertanian untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan, karena pemisahan set kromosom terganggu dan sel-sel memiliki set kromosom yang berlipat. Aplikasi kolkisina biasanya dilakukan dengan mencelupkan bagian tanaman dalam larutan kolkisin selama satu hari.

Tumbuhan poliploid seringkali memiliki ukuran yang lebih besar daripada tumbuhan normal sehingga disukai oleh petani maupun konsumen.
.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by .  |  Template by Blogspot tutorial